(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku". (QS Yusuf:4)

Pages

Sunday, January 8, 2017

Cerita berangkat S3 langsung dengan keluarga

Dalam tulisan ini saya akan bercerita tentang proses yang saya alami setelah saya mendapatkan pengumuman kelulusan menjadi awardee beasiswa LPDP sampai saya berangkat untuk menempuh program S3 saya di TU Delft, Belanda. Tulisan ini semoga bisa bermanfaat terutama untuk yang berniat membawa keluarga dari awal masa studi.

Saya bersyukur akhirnya berhasil mendapatkan beasiswa dari LPDP untuk program S3 saya. Hari berikutnya setelah saya mendapatkan pengumuman kelulusan beasiswa LPDP, saya berlibur bersama keluarga mengunjungi saudara di Banten untuk beberapa hari. Saat sedang liburan itu ada email susulan untuk mengisi bio-data dan bergabung dengan group di aplikasi Telegram untuk menunggu jadwal kegiatan Persiapan Keberangkatan (PK).

Saya berharap untuk segera mendapatkan kelompok dan jadwal PK, tetapi setelah beberapa group PK diumumkan nama saya belum juga tercantum di dalamnya. Group PK yang untuk batch kedua tahun 2016 dimulai dari PK70. Sempat ada beberapa orang yang berkomunikasi dengan saya untuk urusan pengelompokan PK ini, tetapi kami hanya bisa menunggu sampai deadline pengumuman PK tanggal 17 Juni 2016. Di hari terakhir pengumuman PK itu, nama saya muncul di group PK80. Ternyata PK80 itu adalah PK khusus tanpa tugas pra PK kecuali memilih pengurus PK. Saya pun tidak mengerti kenapa saya masuk PK80, tetapi saya bersyukur karena tidak akan ada tugas tambahan.

PK ini adalah salah satu proses wajib yang harus diikuti oleh penerima beasiswa LPDP. Group dan jadwalnya ditentukan langsung oleh LPDP. Kegiatannya berlansung selama 1 minggu penuh (5 hari). Sebagimana disarankan bahwa intake kuliah minimal 6 bulan setelah deadline pedaftaran, salah satu pertimbangannya adalah karena kegiatan PK ini. Jadi untuk yang intake kuliahnya sangat mepet setelah pengumuman kelulusan beasiswa LPDP akan sangat deg-degan menunggu pembagian group dan jadwal PK ini. Harus dipahami juga bahwa dalam satu batch itu terdiri dari ratusan orang, dan setiap group PK harus memiliki penyebaran peserta yang merata baik dari asal daerah, profesi, tujuan study, dll. Makanya sebaiknya intake kuliah dipilih lebih dari 6 bulan setelah waktu pengumuman, supaya tenang menghadapi jadwal PK yang padat dan persiapan administrasi yang lain sebelum keberangkatan.

Saat persiapan PK, panitia menggunakan sarana komunikasi lewat aplikasi Telegram. Banyak group dibuat sesuai dengan pengelompokan kepentingannya seperti group PK tiap angkatan, group batch LPDP, group negara tujuan, group universitas tujuan, dll.

Sebenarnya selain LPDP saya juga mendaftar untuk beasiswa BUDI (Beasiswa Unggul Dosen Indonesia) sebelum keluar pengumuman dari LPDP. Alhamdulillah saya lolos seleksi administrasi dan diundang untuk wawancara. Tetapi karena saya sudah mendapatkan beasiswa dari LPDP, saya tidak akan mengikuti proses seleksi BUDI selanjutnya.

Sambil menunggu jadwal PK saya yang insyaalloh akan dilakukan pada awal Oktober 2016, saya mendapat email dari TU Delft untuk pengurusan visa. Untuk urusan visa ini diperlukan dokumen bukti penghasilan berupa surat Letter of Sponsorhip dari LPDP, passpor dan akta kelahiran yang sudah dilegalisir. Proses melegalisasi akta kelahiran dan surat nikah bagi yang akan membawa keluarga ini memang agak ribet dan susah. Persyaratan pertama adalah akta kelahiran harus berbahasa inggris, jadi perlu pembuatan kutipan baru untuk akta format lama atau membuat terjemahan oleh penerjemah tersumpah. Berdasarkan pengalaman, saya bisa membuat kutipan baru dari kantor catatan sipil kabupaten asal saya, tetapi untuk istri saya kantor catatan sipilnya tidak mau membuatkan terjemahan untuk akta lamanya, sehingga akhirnya membuat terjemahan saja untuk dilegalisir. Surat nikah dan akta kelahiran memerlukan legalisasi dari Kemenkumham, Kemenlu dan Kedutaan Belanda.

Khusus untuk surat nikah memelukan legalisasi dari Kemendag terlebih dahulu sebelum proses di Kemenkumham. Diperlukan 3 fotokopian akta nikah yang sudah dilegalisir terlebih dahulu oleh KUA yang mengeluarkannya. Proses legalisasi di Kemendag (kantor pusat di Jl. M.H. Thamrin, Jakarta) berlangsung cukup cepat sekitar 2 jam saja dan gratis serta bisa diambil langsung saat itu juga.

Proses legalisasi di Kemenkumham (kantor Imigrasi di Jl. Rasuna Said, Jakarta) memerlukan waktu 3 hari dan biaya sebesar 25 ribu rupiah per dokumen. Jangan lupa membawa materei juga, karena legalisasinya ditempeli materei. Untuk legalisasi ke Kemenlu di Jl. Pejambon, Jakarta perlu satu hari kerja dan membayar 10 ribu rupiah per dokumen.

Setelah semua dokumen mendapatkan legalisasi dari pihak pemerintah Indonesia, semuanya harus dilegalisasi oleh kedutaan belanda di Jakarta. Harganya lumayan mahal, per dokumen adalah 370 ribu rupiah. Prosesnya selama 1 hari kerja, pendaftaran pagi hari dan bisa diambil siang di hari berikutnya. Pengalaman saya memasukan dokumen hari kamis pagi, dan bisa diambil hari jumat siang. Dikarenakan waktu hari jumat yang sempit karena jumatan saya memutus untuk mengambilnya di hari senin pagi. Ternyata waktu datang ke sana tidak bisa diambil pagi, tetapi harus siang dari jam setengah 2 sampai jam 3 sore.

Semua dokumen yang sudah dilegalisir saya scan dan dikirimkan ke pihak universitas untuk proses pendaftaran visa. Pengalaman saya di TU Delft, untuk proses pengajuan visa ini cukup menggunakan surat bukti penerima beasiswa dalam bentuk Letter of Sponsorship (LoS). Proses pembuatan visa kurang lebih selama 1 bulan. Dikarenakan saya akan memulai program S3 saya di awal bulan Januari 2017, pihak universitas mendaftarkan permohonan visa pada akhir bulan Oktober. Satu bulan kemudian di akhir bulan November, saya mendapatkan email bahwa visa untuk saya dan keluarga sudah siap dan bisa diambil di kedutaan Belanda di Jakarta.

Proses pengambilan visa ini masih memerlukan beberapa dokumen dan tahapan lain. Kita harus datang ke kedutaan di pagi hari dan tidak bisa diwakilkan karena ada proses pengambilan sidik jari. Kita harus mengisi formulir pengajuan visa yang bisa di download di website keduaan. Diperlukan juga dokumen akta kelahiran yang sudah dilegalisir dan juga akta nikah bagi mereka yang sudah berkeluarga. Selain itu perlu juga pas foto yang bisa dibuat di dalam kedutaan dan tentunya passport kita. Setelah selesai pemeriksaan dokumen, saya diberi bukti pendaftaran untuk pengambilan dan nomor untuk mengecek status aplikasi lewat website. Petugasnya berpesan kalau statusnya sudah selesai, baru saya bisa datang lagi ke kedutaan untuk mengambil visa. Alhamdulillah proses visa tidak memerlukan biaya. Setelah kurang lebih satu minggu, status di website aplikasi saya sudah finalized. Kemudian istri saya mengambil visa di kedutaan dan benar sudah selesai. Visanya berlaku untuk masa 3 bulan dimulai saat tanggal pengambilan visa.

Dari awal saya sudah berniat untuk berangkat langsung bersama keluarga, tetapi di tengah masa persiapan saya sempat berpikir untuk berangkat sendirian terlebih dahulu. Hal ini mengingat family allowance dari LPDP yang baru tersedia setelah 6 bulan masa studi, dan juga banyak persiapan lain yang diperlukan seperti transport dan akomodasi. Pada akhirnya setelah diperhitungkan dan dipikir-pikir lagi, saya berketetapan akan berangkat langsung bersama keluarga, meskipun prosesnya akan lebih menantang.

Satu hal yang agak sulit dipersiapkan sebelum berangkat adalah masalah akomodasi terutama untuk yang akan membawa keluarga. Permasalahannya adalah di harga dan ketersediaan akomodasi. Saya mengalami untuk daerah Delft Belanda, sangat susah untuk mendapatkan akomodasi yang terjangkau dengan besaran beasiswa yang diberikan. Jadi disarankan juga untuk mencari di kota-kota sekitarnya seperti Rijswijk, Den Haag, Schiedam ataupun Rotterdam.

Saat saya masih bingung antara berangkat sendiri atau bersama keluarga, saya sempat registrasi akomodasi lewat DUWO (akomodasi khusus dari kampus). Untuk registrasi ini kita harus bayar 228 euro terlebih dahulu untuk biaya administrasi. Pembayaran ini bisa dilakukan dengan transfer antar bank dari Indonesia dengan biaya 38 euro kalalu lewat bank Mandiri. Ternyata di DUWO ini, akomodasi untuk mahasiswa yang membawa keluarga sangat sedikit dan sudah penuh. Akhirnya uang registrasi saya hangus karena tidak jadi memakai fasilitas akomodasi dari DUWO.

Untuk mahasiswa yang membawa keluarga dengan anak satu seperti saya, akomodasinya harus rumah/apartemen yang memiliki minimal 2 kamar tidur. Katanya persyaratan ini untuk nanti kita mendaftar di kelurahannya belanda sebagai penduduk di sana.

Kita bisa mengecek apartemen sewa yang tersedia lewat beberapa website seperti pararius.nl ataupun funda.nl. Website ini mengumpulkan iklan-iklan dari berbagai makelar (agen) rumah, jadi terkadang di website ini masih tersedia ternyata di website agennya sudah disewa orang. Tetapi website ini sangat membantu dari pada kita harus mengecek website agen satu persatu. Saran saya pilihlah yang masih status iklannya NEW (baru). Kita bisa kontak makelar rumah tersebut lewat websitenya ataupun email.

Prosedur untuk menyewa rumah ini, biasanya setelah kita kontak agennya mereka akan merespon dan meminta kita mengisi formulir niat untuk menyewa. Setelah itu mereka akan menjadwalkan untuk proses viewing akomodasinya apakah cocok atau tidak. Kalau kita merasa cocok, nanti agennya akan mengirimkan informasi kita ke pemilik rumah untuk mendapatkan persetujuan. Setelah semua cocok, tinggal tanda tangan kontrak dan pembayaran uang muka dan sewa.

Kebetulan saya punya teman yang sedang kuliah S3 juga di TU Delft yang bersedia membantu untuk melakukan viewing atas nama saya. Saat awal-awal pencarian, saya cukup selektif memilih akomodasi yang dekat ke kampus. Sempat beberapa kali viewing tetapi selalu tidak berhasil mendapatkan kontraknya. Menurut bocoran dari agen, mahasiswa yang membawa keluarga dengan punya anak itu selalu berada dalam daftar paling bawah untuk mendapatkan akomodasi. Saya sempat was-was juga karena sampai sekitar seminggu sebelum jadwal keberangkatan, saya belum juga mendapatkan akomodasi.

Teman saya menyarankan untuk mencari akomodasi sementara saja, salah satunya mencari lewat airbnb.com. Setelah mencoba mencari di airbnb, harganya lumayan mahal juga yang paling murah per harinya sekitar 80an euro. Kemudian teman saya itu juga memberikan kontak mahasiswa Indonesia yang lagi mudik dan mungkin apartemen nya bisa disewa sementara. Alhamdulillah saya bisa kontak beliau dan saya bisa pakai apartemen nya sementara untuk 10 hari. Saya pikir yang penting ada dulu, nanti di sana bisa sambil mencari-cari lagi.

Tadinya saya ingin memesan tiket keberangkatan setelah dapat kepastian akomodasi. Tetapi ketika sampai 2 minggu sebelum keberangkatan belum dapat akomodasi juga, saya memberanikan diri untuk memesan tiket. Ternyata tiket yang penerbangan langsung ke Belanda sudah habis, setelah beberapa kali diskusi dengan bagian tiket LPDP (koperasi cempaka) saya memilih tiket untuk penerbangan Etihad ke Amsterdam dengan transit di Abu Dhabi. Pada awalnya koperasi cempaka tidak merekomendasikan penerbangan ini karena katanya perlu visa transit, tetapi akhirnya mereka memberikannya juga karena sebenarnya tidak perlu visa transit karena transitnya hanya 3 jam dan masih memakai maskapai yang sama.

Setelah dapat tiket, yang diperlukan kemudian adalah asuransi perjalanan. Saya mendapatkan fasilitas asuransi dari LPDP selama masa studi dan bisa langsung apply online dan pembayarannya ditransfer oleh LPDP. Karena keluarga tidak dicover asuransinya oleh LPDP, saya membeli asuransi perjalanan untuk satu bulan terlebih dahulu. Kata senior yang sudah berangkat, asuransi untuk keluarga bisa diuruskan setelah datang di tempat tujuan.

Di pekan terakhir bulan Desember, saya sudah dapat izin tugas belajar dari kampus tempat saya mengajar dan bisa mudik ke rumah orang tua saya sebelum berangkat. Meskipun  masih was-was dengan tempat tinggal, saya tetap searching di internet dan tidak lupa berdo’a. Akhirnya tepat sepekan sebelum jadwal keberangkatan, saya dapat email dari salah satu agen rumah yang pernah saya hubungi. Dia menyampaikan ada rumah yang bisa disewakan di daerah Schiedam dan bisa mulai di awal Januari 2017. Saya langsung aja menyatakan berminat dan minta diproses cepat kalau bisa tanpa viewing.

Dia membalas email saya dan menambahkan bahwa rumah yg itu kondisinya 2 lantai dan mungkin tidak cocok untuk yang punya anak. Dia merekomendasikan rumah yang lain yang dekat daerah itu juga yang kondisinya sama-sama furnish dan kamar tidurnya 2 tetapi dalam 1 lantai saja. Setelah lihat foto-fotonya dan harganya masih terjangkau (1050 euro per bulan, full furnished, dan including gas/water/heater) meskipun tetap cukup mahal, saya menyetujui untuk menyewa apartemen tersebut dan mengirimkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti passport, surat penerimaan kuliah dan surat beasiswa.

Hari berikutnya saya mendapatkan kontrak untuk ditandatangani dan tagihan pembayarannya. Hari itu juga saya mentransfer tagihan tersebut lewat bank BRI, meskipun proses transfernya agak lama. Hari berikutnya saya dapat konfirmasi penerimaan transfer dan kontrak yang sudah lengkap ditandatangani. Kemudian saya janjian dengan agen untuk penyerahan kunci saat kedatangan saya nanti tanggal 4 Januari 2017. Alhamdulillah di saat-saat akhir menjelang keberangkatan semua masalah selesai. Setelah melewati perjuangan yang mendebarkan saya akhirnya bisa berangkat bersama-sama keluarga saya untuk memulai pendidikan S3 saya di TU Delft.

Kebetulan beberapa hari sebelum berangkat, teman saya yang di Delft memberitahukan bahwa salah satu temannya juga akan berangkat ke Delft dengan penerbangan yang sama dengan saya. Jadi Alhamdulillah ada teman seperjalanan yang sudah tahu keadaan di sana. Sebenarnya sebelum berangkat, saya sudah request untuk taxi service dari kampus untuk menjemput saya dari bandara ke apartemen. Tetapi sampai saya berangkat belum mendapatkan konfirmasi dari pihak kampus.

Setelah sampai di bandara Amsterdam, saya menanyakan ke kantor Schiphol Transfer Assistance tentang booking taxi tersebut. Mereka bilang tidak ada booking atas nama saya, tetapi mereka mau membantu menanyakan ke pihak kampus. Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya mereka mengkonfirmasi bahwa ada kesalahan di system booking mereka dan pihak kampus sudah membuat reservasi taxi untuk saya dan taxi nya akan segera dikirim menjemput saya. Taxi nya datang satu jam kemudian dan membawa saya dari bandara Schiphol ke apartemen yang akan saya tempati di Schiedam. Sampai di apartemen, saya tidak menunggu lama agen rumah pun datang membawa kunci.
Alhamdulillah dengan tekad dan usaha yang sungguh-sungguh serta izin Alloh, saya bisa langsung membawa keluarga untuk memulai studi S3 saya. Kalau ada pembaca yang mau bertanya, bisa langsung email saya di neno_r@yahoo.com. Bismillah, saya memulai salah satu bagian dari perjalanan hidup saya di sini, semoga berkah! Amin…

-o0o-

Berikut foto-foto keberangkatan saya: 

Foto ketika akan berangkat di Bandara Soekarno-Hatta diantar oleh ibu dan bapak.
  
Foto ketika di dalam pesawat terbang menuju transit di Abu Dhabi.

Foto ketika sudah sampai di Belanda, kebetulan ada salju turun di Schiedam





1 comment:

Astri said...

Halo Pak. Bolehkah saya bertanya bbrp hal? Kebetulan saya jg berniat membawa suami dan anak kesana jika lolos beasiswa.
1) besaran asuransi utk ibu dan anak berapa ya Pak?
2) apakah ada syarat sertifikat bahasa utk pasangan saat mengurus visa?
3) setetlah 1 thn lebih tgl disana, apakah beasw lpdp cukup membantu? Mksd saya, menurut byk org biaya hidup disana cukup mahal.

Mohon penjelasannya ya Pak. Dan sukses utk studi doktoralnya.