Saat saya sedang mempersiapakan
pendaftaran untuk beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), saya tidak
menemui satu pun cerita pengalaman pendaftar beasiswa S3. Oleh karena itu saya
ingin berbagi pengalaman saya ini supaya bermanfaat bagi yang lain.
Dari sejak dulu saya berkeinginan
untuk meraih pendidikan tinggi sampai jenjang S3 dari universitas di luar
negeri yang berkelas dunia. Sebelum menjadi dosen, saya sudah pernah mendaftar di
beberapa program S3 lewat berbagai jalur seperti: call for application, academic
transfer, ataupun kontak langsung dengan professornya. Hasilnya ada yang sampai
dapat Letter of Acceptance (LoA) tapi tidak dengan beasiswa, ada yang jadi
waiting list, ada yang sampai tahap wawancara akhir, ada juga yang tidak lolos
dari tahap awal. Sebagai karyawan swasta, saya menyadari bahwa pendidikan S3
tidak akan terlalu berpengaruh terhadap karir saya, tetapi keinginan itu selalu
ada meskipun kadang melemah saat menerima pengumuman kegagalan.
Setelah saya menjadi dosen di
pertengahan tahun 2015, keinginan itu semakin meningkati karena dalam jenjang
akademik dosen, pendidikan S3 sangatlah penting. Pencarian beasiswa dan program
S3 yang saya lakukan menjadi semakin gencar. Dari informasi yang beredar di
mailing list beasiswa, saya mendapatkan informasi tentang beasiswa LPDP yang
ditawarkan oleh Kementrian Keuangan untuk semua WNI yang memenuhi persyaratan. Meskipun
program ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, saya agak terlambat
mengetahuinya. Kalau sebelumnya saya selalu mencari beasiswa S3 yang satu paket
dengan program S3 langsung dari universitas yang menawarkannya, maka dengan
adanya beasiswa LPDP ini saya bisa mencari program S3 nya dulu sampai dapat LoA
kemudian mengajukan beasiswa LPDP.
Informasi tentang beasiswa LPDP
sangatlah mudah di dapat lewat website resminya maupun website lainnya. Dari
jadwal pendaftaran yang tersedia, kita bisa mempersiapkan rencana untuk
melakukan pendaftaran dan melengkapi persyaratan yang diperlukan. Tadinya, saya
berencana untuk mendaftar pada gelombang terakhir tahun 2015. Tetapi karena
tidak sempat untuk mendapatkan LoA nya, jadi diundur ke batch kedua tahun 2016.
Hal pertama yang saya siapkan
adalah membuat essay tentang “Kontribusiku bagi Indonesia” dan “Sukses Terbesar
dalam Hidupku”. Dalam essay “Kontribusiku bagi Indonesia”, saya menceritakan
tentang kegiatan pengabdian masyarakat yang pernah saya lakukan waktu masih
menjadi mahasiswa, kegiatan kemasyarakatan di sekitar tempat tinggal, kegiatan
sebagai dosen dalam hal pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat
sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan juga tentang manfaat yang bisa
dihasilkan dari penelitian yang akan saya lakukan dalam program S3 yang
diajukan beasiswanya ke LPDP. Untuk essay “Sukses Terbesar dalam Hidupku” saya
membahas tentang prestasi saya dari waktu kecil sampai sekarang, tetapi tidak
satu pun saya akui sebagai sukses terbesar. Saya mengharapkan sukses terbesar
saya adalah bisa memperbaiki system transportasi udara di negeri ini sehingga
bisa lebih aman, nyaman, dan terjangkau untuk seluruh masyarakat.
Hal kedua yang saya persiapakan
adalah berusaha untuk mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari program S3
yang akan saya lakukan. Hal ini adalah hal yang paling menantang, karena begitu
banyak program S3 yang tersedia di berbagai universitas dan bagaimana cara kita
supaya bisa diterima di salah satunya. Universitas tempat saya mengabdi memiliki
kerjasama dengan salah satu universitas di Jerman. Saya mencoba menggunakan
jalur ini dengan mengontak professor di sana untuk mendapatkan LoA. Ternyata
universitas yang bersangkutan tidak memiliki program S3 yang saya inginkan, dan
professor di sana menyarankan untuk mengontak kolega nya di universitas lain di
Inggris yang memiliki kerjasama dengan mereka. Setelah saya mambaca berbagai
informasi tentang universitas tersebut, saya pikir universitas ini tidak sesuai
dengan yang saya inginkan.
Saya jadi teringat pengalaman
waktu mendaftar program S3 lewat academic transfer di TU Delft Belanda. Waktu
itu saya sampai tahap interview teleconference dengan professornya. Dengan
berbekal pengalaman itu, saya mengontak kembali professor tersebut untuk
menanyakan kemungkinan mendapatkan LoA S3 di bidang transportasi udara. Saya
sampaikan kepada beliau bahwa saya berencana untuk menggunakan LoA itu untuk
mendaftar beasiswa LPDP. Professor tersebut merespon positif rencana saya dan
memberikan kesempatan saya untuk melalui proses pendaftaran dan seleksi S3 di
departemen beliau.
Pertama saya diminta untuk
mengirimkan CV, ijazah dan transkrip untuk S1 dan S2. Kemudian saya diminta
untuk membuat sebuah literature study dari sebuah jurnal yang ditentukan untuk
dipresentasikan di depan professor tersebut dan bagian admission office. Saya
diberi waktu sekitar 2 minggu untuk mempersiapkan bahan presentasi tersebut. Acara
teleconference nya lewat video call Skype. Presentasinya berlangsung sekitar 15
menit, dilanjutkan dengan proses tanya jawab tentang bahasan yang
dipresentasikan. Satu minggu kemudian saya mendapatkan hasilnya bahwa saya
berhsil mendapatkan LoA untuk program S3 bidang transportasi udara di TU Delft.
Topik penelitiannya dipilihkan oleh professor tersebut dengan persetujuan dari
saya.
Selanjutnya komunikasi masalah
kapan saya memerlukan LoA ini untuk proses pendaftaran beasiswa LPDP, kapan
saya bisa mulai melaksanakan program S3 saya jika saya mendapatkan beasiswa
tersebut, dan jumlah keluarga yang akan ikut menyertai pendidikan saya untuk
menentukan jumlah beasiswa yang diperlukan. Setelah semuanya disesuaikan dengan
jadwal beasiswa LPDP, saya mendapatkan LoA unconditional tersebut. Di dalamnya
disebutkan bahwa saya mendapatkan bebas tuition fee dan hanya memerlukan biaya
untuk transportasi dan akomodasi saja. Sebenarnya saya tidak mengajukan
pembebasan tuition fee, karena beasiswa LPDP bisa menanggung berapa pun tuition
fee nya.
Sebenarnya untuk rencana
cadangan, saya juga mengontak universitas tempat saya menimba ilmu di tingkat
sarjana di dalam negeri yaitu Insitut Teknologi Bandung. Saya sempat berdiskusi
dengan dosen yang pernah jadi supervisor saya untuk kemungkinan mengambil
program S3 di sana. Dikarenakan saya sudah mendapatkan LoA dari TU Delft, saya
tidak jadi mendaftar program S3 di dalam negeri.
Selain LoA dan essay, diperlukan
juga surat izin dari atasan, surat rekomendasi, surat pernyataan tidak menerima
beasiswa lain, dan surat pernyataan akan kembali ke Indonesia setelah
menyelesaikan program S3. Dikarenakan saya adalah dosen perguruan tinggi
swasta, saya meminta surat izin dari rektor universitas dan sekaligus surat
rekomendasinya. Untuk dua surat pernyataan lainnya, bisa memakai template dari
website LPDP dan tanda tangan diatas materai.
Selain persyaratan diatas,
diperlukan beberapa lagi dokumen untuk persyaratan beasiswa LPDP seperti: SKCK
dari kepolisian, surat keterangan sehat, surat keterangan bebas narkoba dan TBC
yang dikeluarkan oleh rumah sakit pemerintah. Untuk hal tersebut saya
menyempatkan pulang ke kampung halaman saya di Ciamis untuk mengurusnya karena
KTP saya masih berdomisili di tempat orang tua. Untuk surat SKCK diperlukan
surat pengantar dari RT, RW, dan desa setempat sebelum diajukan ke kepolisian.
Tadinya saya berpikir bahwa SKCK itu dikeluarkan oleh Polres, tetapi waktu saya
datang ke Polsek untuk meminta surat pengantar, petugasnya mengatakan bahwa
SKCK juga bisa dikeluarkan oleh Polsek. Jadi supaya lebih mudah saya membuat
SKCK di Polsek saja.
Untuk surat keterangan sehat,
surat bebas narkoba dan TBC saya mendatangi rumah sakit umum daerah. Sayangnya
saya datang agak siang setelah mengurus SKCK, dan loket pendaftaran rumah sakit
nya sudah tutup. Katanya loket pendaftaran hanya dibuka sampai jam 10 pagi.
Saya datang keesokan harinya dan mendaftar untuk semua surat keterangan yang
diperlukan sekaligus. Setelah mendaftar, saya datang ke laboratorium untuk
pengambilan sampel darah untuk test bebas narkoba. Kemudian setelah itu ke
tempat radiologi untuk foto rontgen paru-paru. Setelah itu menunggu agak lama
sampai hasil dari lab dan radiologi keluar. Kemudian membawa semua hasil itu ke
dokter bagian pelayanan umum untuk membuat surat keterangan sehat dan bebas
TBC.
Setelah semua persyaratan
tersebut tersedia, saya mulai mengisi formulir pendaftaran beasiswa LPDP secara
online. Ternyata ada satu lagi dokumen yang harus dibuat yaitu proposal
penelitian dengan format yang sudah ditentukan oleh LPDP. Untuk proposal
penelitian ini saya mengembangkan sendiri dari topik penelitian dan executive
summary yang sudah disetujui dengan professor pembimbing.
Sebenarnya ada satu lagi
persyaratan yaitu hasil test bahasa asing, tapi itu tidak berlaku jika kita
sudah memiliki LoA. Saya sudah pernah test TOEFL dan hasilnya memenuhi
persyaratan tetapi testnya sudah lama. Jadi saya masukan saja hasil test TOEFL
ini untuk berjaga-jaga kalau-kalau diperlukan. Untuk lulusan universitas luar
negeri yang tidak menggunakan standar GPA 4.0, akan diminta untuk menghitung
ulang GPA nya dengan aplikasi converter yang disarankan oleh LPDP.
Setelah mengisi semua data yang
diperlukan dalam proses pendaftaran online beasiswa LPDP, kita akan diminta
menunggu pengumuman selanjutnya tentang siapa yang lolos seleksi administrasi.
Dalam masa ini saya mempersiapakan diri untuk tes seleksi selanjutnya jika
terpilih. Tes nya sendiri meliputi: menulis essay langsung di tempat,
leaderless group discussion (LGD), dan wawancara.
Untuk keperluan tersebut saya
browsing di internet tentang pengalaman orang-orang yang pernah mengikuti tahap
seleksi ini. Banyak sekali informasi yang tersedia mulai dari contoh
pertanyaannya, suasana tempat tes, dan tidak ketinggalan tips dan triks yang
harus dilakukan saat tes tersebut. Untuk menulis essay ditempat, saya
menyiapkan lima topik yang sedang hangat: calon independen di pilkada gubernur
Jakarta, reklamasi teluk Jakarta, kisruh sepakbola antara PSSI dan Kemenpora, korupsi
di mahkamah agung, dan peredaran narkoba yang dikendalikan dari lapas.
Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, sebuah
essay harus memiliki bagian pendahuluan, pembahasan, dan kesimpulan. Untuk
kelima topik itu saya membuat outline point-point yang dibahas. Harus
diperhitungkan pula bahwa menulis essay ditempat ini akan dilakukan selama 30
menit. Untuk itu diperlukan latihan langsung menulis untuk membiasakan diri
kita pada saatnya nanti. Kurang lebih essay ini akan terdiri dari 1 halaman A4
dengan besar tulisan yang standar.
Untuk LGD saya tidak memiliki
persiapan khusus tentang topik nya, hanya saja saya mencari informasi tentang
bagaimana cara yang sebenarnya. Berdasarkan informasi yang ada, sebaiknya kita
tidak mendominasi dan juga tidak terlalu pasif, harus bisa menghargai pendapat
orang lain serta memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bersuara.
Persiapan wawancara adalah yang
paling banyak menyita waktu. Berdasarkan informasi yang beredar, wawancara
memiliki bobot penilaian yang paling besar. Banyak cerita tentang pengalaman
wawancara dan begitu juga pertanyaan-pertanyaannya. Ada pertanyaan tentang
akademik, seni, bahasa asing, negara tujuan, maupun masalah keluarga. Saya
melakukan inventarisasi pertanyaan-pertanyaan tersebut dan berusaha membuat
jawabannya jika memang nanti ditanyakan.
Setelah menunggu beberapa minggu,
akhirnya saya dapat pengumuman dinyatakan lolos seleksi administrasi dan
diundang untuk melakukan tes di kampus STAN, gedung Student Center di Bintaro -
Tangerang Selatan. Saya mendapatkan jadwal test selama 2 hari dengan hari
pertama untuk verifikasi dokumen, menulis essay, dan LGD serta hari kedua untuk
wawancara. Peserta juga diminta untuk mencetak kartu peserta dengan kualitas
yang bagus supaya barcode nya bisa di-scan dengan baik. Di kartu perserta itu
tertera jenis-jenis dokumen yang perlu dibawa untuk verifikasi.
Hari H untuk tes beasiswa LPDP
pun tiba. Jadwal hari pertama saya adalah verifikasi jam 10 pagi, essay jam 2
dan dilanjutkan dengan LGD. Saya memilih memakai baju batik untuk menunjukan
jati diri orang Indonesia. Karena lokasi tes yang agak jauh dari rumah, saya
naik taxi berangkat jam setengah tujuh. Sampai di sana, para peserta sudah
antri untuk absensi kehadiran. Absensi ini memaki scan barcode yang tertera di
kartu peserta, kalau tidak berfungsi karena cetakan barcode yang tidak bagus,
maka bisa memasukan nomor peserta yang tertera di kartu. Setelah absensi
selesai, kita tinggal menunggu antrian kegiatan masing-masing.
Sambil menunggu giliran
dipanggil, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan peserta lain. Sebagian besar
peserta mendaftar untuk beasiswa S2 dan banyak pula yang belum mempunya LoA.
Ternyata panitia beasiswa LPDP menyediakan snack untuk sarapan pagi bagi
peserta. Kita bisa menunggu di kursi di dalam tenda yang disediakan di depan
gedung tempat tes.
Saya dipanggil untuk verifikasi
dokumen setengah jam lebih awal dari jadwal yang tertera. Hal itu dikarenakan
banyak peserta lain yang verifikasinya diakhirkan karena bentrok dengan jadwal
wawancara, menulis essay atau LGD. Tempatnya di serambi gedung Student Center,
ada enam meja panitia dengan seorang panitia ditiap meja melakukan verifikasi
terhadap dokumen peserta. Setelah dicek kartu peserta, saya menyerahkan semua
dokumen yang tertera di kartu peserta untuk diverifikasi. Panitia menyatakan
document TOEFL saya sudah tidak berlaku, tetapi itu bisa dihilangkan karena
saya sudah memiliki LoA. Hanya satu dokumen yaitu surat pernyataan tidak akan
menerima beasiswa dari sumber lain yang diambil oleh panitia. Verifikasinya
berlangsung lancar dan cepat kurang lebih 15 menit karena semua dokumen sudah
tersedia dan lengkap.
Saya memiliki jeda yang cukup
lama antar jadwal verifikasi dokumen dengan jadwal menulis essay. Untuk
menunggu ini saya sempat jalan-jalan mengitari kampus STAN, terus makan siang
di kantin, dan shalat dhuhur di mesjid yang berada di perkampungan di belakang
kampus STAN. Jalan menuju masjid ini ada di samping kantin dan banyak warung
makan dan fotocopy di sepanjang gang nya. Saya perkirakan banyak mahasiswa STAN
yang tinggal di kos-kosan di dalam perkampungan itu.
Waktu untuk menulis essay di
tempat pun tiba. Kelompok yang bersamaan waktunya terdiri dari 5 group dengan
masing-masing group 10 orang. Sebelumnya kami diabsen dulu di selasar sebelah
barat aula. Dalam group saya, 2 orang tidak hadir, mungkin berhalangan atau
tidak berniat lagi mengikuti seleksi. Kemudian kami naik ke lantai dua tempat
kegiatan menulis essay berlangsung. Masing-masing group di absen kembali
sebelum masuk ruangan, dimulai dengan group yang sudah lengkap terlebih dahulu.
Group saya kebagian masuk terakhir karena dua orang tidak hadir.
Setiap orang diminta untuk
membawa papan krani untuk bantalan menulis. Di dalam ruangan sudah disediakan
lembar soal dan jawaban untuk menulis essay. Sebelum mulai, petugas menjelaskan
terlebih dahulu peraturannya. Waktunya 30 menit, dilarang menyoret-nyoret
lembar soal, soalnya ada 2 dan boleh dipilih salah satu. Topik essay yang
tersedia adalah: dampak negative reklamasi pantai jika tidak berdasarkan AMDAL
dan penanganan urban worker. Saya memilih topik pertama karena sudah persiapan
dengan tema itu meskipun tidak identik sama. Essay ini menggunakan Bahasa Inggris
dan saya bisa selesai dalam waktu 25 menit. Setelah selesai, lembar jawaban dan
soal ditinggal di meja dan peserta dipersilahkan untuk menuju ruangan
berikutnya untuk LGD.
Sesama anggota group, kami sudah
sepakat siapa yang akan memulai dan siapa yang akan jadi notulen untuk LGD.
Waktu memasuki ruangan LGD, ada 2 orang petugas yang akan mengawasi jalan nya
LGD. Terlebih dahulu mereka menjelaskan aturannya dan menyusun tempat duduk
peserta serta disediakan satu lembar artikel tentang masalah yang akan dibahas
dan satu lembar kertas untuk corat-coret. Materi yang dibahas di LGD kami
adalah tentang pembunuhan dosen oleh mahasiswanya di sebuah universitas di
Sumatera Utara. LGD berlangsung selama 30 menit.
Dalam diskusi itu saya mengajukan
pendapat sebanyak 2 kali dari sudut pandang seorang dosen dalam memahami
masalah ini. Pertama bahwa setiap mahasiswa itu unik dan cara penangannya harus
disesuaikan dengan karakter setiap mahasiswa terutama yang memiliki sifat
ekstrim dan spesial. Yang kedua saya mengutarakan pendapat bahwa dalam hubungan
dosen dengan mahasiswa jika di dalam kelas seperti bapak dan anak, tetapi di
luar kelas bisa seperti kakak dan adik untuk menumbuhkan rasa kedekatan dan
saling percaya. Peserta lain berpendapat berbeda-beda, ada yang dari sudut
keamanan, sudut lingkungan masyarakat, maupun dari sudut mahasiswa sendiri.
Setelah acara ini selesai, group
kami saling bertukar no telpon untuk bisa saling menghubungi setelah acara tes
ini selesai. Saya pulang bersama salah satu peserta lain yang kebetulan dalam
arah yang sama naik KRL ke arah Jakarta. Dari depan kampus STAN bisa naik
angkutan kota yang jurusan stasiun KRL dengan ongkos 4000 rupiah per-orang.
Dari penghentian angkutan kota ke stasiun KRL harus berjalan kaki kurang lebih
5 menit. Hari pertama tes saya pun berakhir.
Hari kedua tes saya adalah jadwal
wawancara pada jam 8:45. Seperti hari sebelumnya, begitu sampai di lokasi tes,
saya melakukan absensi terlebih dahulu. Setelah itu bersiap-siap menunggu
giliran wawancara. Saya masuk di group 14 antrian kedua. Saya membawa semua
dokumen yang kemarin sudah diverifikasi jika diperlukan lagi selama wawancara.
Giliran saya pun tiba, jam 8:30 saya dipanggil masuk ruangan wawancara. Begitu
masuk kita menghubungi meja panitia terlebih dahulu dengan memberikan kartu
peserta untuk diberitahu posisi meja pewawancara.
Meja pewawancara saya ditunjukkan
tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Di situ sudah ada 3 orang pewawancara
terdiri dari seorang ibu-ibu dan dua orang bapak-bapak. Begitu sampai, saya
menyapa dan memberi salam serta menyalami ketiga nya. Saya dipersilahkan duduk,
dan kami pun berkenalan nama masing-masing. Saya lupa lagi nama ketiganya,
tetapi yang ibu-ibu itu seorang psikolog, yang duduk ditengah adalah ketua
pewawancara lulusan S3 dari Groeningen Belanda, dan satu lagi adalah anggota
team pewawancara. Sebelum mulai saya diberi kesempatan untuk bertanya terlebih
dahulu, tetapi saya tidak mengajukan pertanyaan karena memang tidak menyiapkan
untuk bertanya.
Ketua pewawancara pun membuka
acara wawancara dan meminta izin untuk merekam suara semua percakapan
wawancara. Pertama saya diminta memperkenalkan diri dalam Bahasa Inggris.
Setelah itu ditanya tentang topik penelitian dan penjelasannya. Terus ada lagi
pertanyaan tentang apakah mungkin penelitian itu dilakukan di dalam negeri
dengan ahli dari Indonesia. Saya jawab sebenarnya memungkinkan saja, tetapi
saya tidak yakin ada ahlinya dan kerjasama bisa dijalin dengan industri
terkait. Pertanyaan selanjutnya, apakah penelitian tersebut bisa diterapkan di
Indonesia. Saya menjawab sangat diharapkan bahwa hasil penelitian ini bisa
diimplementasikan di dunia penerbangan Indonesia sehingga manfaatnya bisa
dirasakan oleh masyarakat Indonesia, tetapi hal ini memerlukan kerjasama yang
erat dari berbagai stake holder dunia penerbangan Indonesia.
Pertanyaan
selanjutnya, apakah rencana kalau tidak mendapatkan beasiswa LPDP. Saya jawab
akan mengajukan beasiswa lain atau mengambil S3 di dalam negeri dengan biaya
sendiri. Pewawancara mengatakan bahwa untuk dosen ada beasiswa khusus yang
namanya BUDI dari Kemenristekdikti. Psikolog menanyakan tentang apakah keluarga
menyetujui ikut serta. Saya jawab bahwa istri dan anak saya tidak masalah untuk
ikut saya karena istri saya tidak bekerja dan anak saya masih kecil. Terus
psikolog mengkonfirmasi tentang bunyi LoA saya yang mengatakan bahwa saya
mendapat pembebasan tuition fee. Saya bilang seperti itu, saya hanya memerlukan
beasiswa untuk biaya hidup dan tranportasi selama pendidikan S3.
Setelah itu wawancara pun
berakhir, ketua pewawancara mengucapkan selamat, semoga berhasil dan “jangan
lupa ingat kami kalau sudah menjadi direktur”, begitu ucapnya. Saya pun
membalas dengan mengucapkan terima kasih dan semoga kata penutup itu menjadi
sinyal positif untuk keberhasilan saya. Kemudian saya pun menyalami mereka
semua dan pamit setelah sebelumnya membereskan map dokumen yang saya bawa
tetapi tidak disentuh sedikitpun.
Saya merasa proses wawancara
berjalan lancar dalam suasana santai. Mungkin kebetulan para pewawancara saya
bersikap seperti itu. Selain itu semua pertanyaan wawancara saya kira sangat
wajar dan tidak ada yang aneh-aneh jika dibandingkan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diceritakan orang lain. Apakah karena saya sudah
pernah belajar dan tinggal di luar negeri, atau karena ini untuk beasiswa S3.
Tapi sebenarnya tidak ada salahnya kalau kita mempersiapkan diri untuk hal-hal
yang tersulit.
Kemudian saya menuju ke meja
panitia untuk mengambil kembali kartu peserta saya dan kemudian menuju pintu
keluar ruangan aula. Di luar ruangan, teman-teman se-group menulis essay dan
LGD saya sudah pada datang. Kami saling menyapa dan menanyakan bagaimana
wawancaranya serta saling mendo’akan semoga sukses. Tes seleksi beasiswa LPDP
saya pun berakhir dan tinggal menunggu hasilnya.
Hari pengumuman pun tiba Jumat 10
Juni 2016. Sejak malam sebelumnya, saya sudah memonitor email yang masuk.
Berharap pengumuman itu datang lebih awal seperti waktu pengumuman seleksi
administrasi. Tetapi sampai siang hari pun masih belum ada email dari LPDP.
Orang tua saya sempat nelpon menanyakan bagimana hasil pengumumannya. Tetapi
saat itu memang belum ada pengumuman. Kebetulan saat itu adalah bulan Ramadhan,
setelah shalat ashar saya mengecek email lagi di computer dan email yang
ditunggu pun sudah masuk. Dengan agak ragu-ragu saya pun membuka membuka email
tersebut disertai dengan harapan dan kecemasan. Setelah dibaca isinya
terpampang tulisan LULUS.
Alhamdulillah, saya sekeluarga
bersyukur sudah berhasil melewati tahapan seleksi beasiswa LPDP ini. Kemudaiian
saya pun menelpon orang tua untuk mengabari kabar gembira ini. Waktu menunggu
buka puasa sambil menemani anak saya menonton film anak Adit dan Jarwo, episodenya
ketemu Prof. Habibie idola saya dan bercerita tentang pesawat terbang. Semoga
ini jadi pertanda saya supaya bisa berkontribus terhadap dunia
penerbangan di Indonesia yang lebih baik! Amin..
-o0o-
No comments:
Post a Comment